05/04/11

PEMELIHARAAN TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.)


PEMELIHARAAN TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.)
oleh:
Fendri Ahmad








Pendahuluan
Sebagai negara yang terletak di daerah tropika basah, Indonesia kaya akan tanaman penghasil karbohidrat dan mampu menjadi sumber karbohidrat terbesar di dunia. Pada umumnya karbohidrat tersebut diperoleh dari biji – bijian seperti beras, gandum, jagung, sorghum dan lain-lain. Selain itu diperoleh juga dari umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, garut, ganyong dan semacamnya. Selain dari biji dan umbi ada juga tanaman lain yang menghasilkan karbohidrat atau pati pada bagian batang seperti Aren (Arenga pinnata), Sagu (Metroxylon spp.) dan sebagainya.

Sagu atau metroxylon sp. adalah tanaman yang digunakan sebagai sumber makanan pokok sebagian besar penduduk di Maluku dan Irian Jaya. Sagu merupakan salah satu komodoti pangan dan sumber karbohidrat yang sangat potensial di Indonesia. Potensi sagu di Indonesia menempati lebih kurang 50% dari sagu dunia. Menurut Flach dalam Rusli (2007) luasan hutan sagu di indonesia mencapai 1.114.000 ha dengan 90% diperkirakan terdapat di provinsi Irian Jaya. Sedangkan menurut Dinas Kehutanan Provinsi Irian Jaya (1991) bahwa luas hutan sagu di Irian Jaya mencapai 1.474.181 ha, sedangkan perkiraan adalah 4.183.000 ha. Tanaman sagu tersebar di wilayah tropika basah Asia Tenggara dan Oseania, terutama tumbuh di lahan rawa, payau atau yang sering tergenang air. Jika dilihat dari segi budidaya, Sagu memiliki sifat baik yaitu potensi produksinya tinggi, dapat tumbuh, dan berproduksi pada daerah rawa. Tanaman Sagu termasuk dalam kelompok tanaman tahunan dan cocok untuk daerah basah dataran rendah tropis, dimana daerah ini cocok untuk usaha tanaman semusim yang tanpa irigasi masih merupakan suatu yang sulit dilaksanakan.
Sampai sekarang pemanfaatan Sagu di Indonesia dan Papua masih dalam bentuk pangan tradisional, misalnya dikonsumsi sebagai bahan makanan pokok dalam bentuk Papeda. Selain itu juga dipakai dalam pembuatan kue-kue tepung Sagu misalnya Akusa atau aneka Kue Sagu.
Menurut Bintoro (1999) ada beberapa manfaat sagu antara lain:
1.      Sebagai bahan pangan utama
2.      Sebagai bahan baku industri non pangan, misalnya industri tekstil, kosmetik, farmasi, pestisida, plastik, kertas, kayu lapis, makanan dan minuman.
3.      Bahan energi
4.      Tanaman sagu dapat dimanfaatkan sebagai salah satu komoditi yang dikembangkan untuk mengurangi krisis energi saat ini selain ubi kayu dan jarak pagar. Tepung sagu diolah menjadi etanol yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti bensin yang ramah lingkungan.
5.      Sebagai bahan baku industri pangan: mie, so’un, kue, dodol, kerupuk dan lain-lain.
6.      Sebagai pakan ternak, yaitu untuk bahan campuran makanan ternak seperti dengan kedelai. Campuran ransum sagu dengan kedelai dapat digunakan sebagai pakan ayam broiler. 

 Pengembangan sagu di Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan sumberdaya dan pengolahan secara berkelanjutan dalam rangka membangun ketahanan pangan serta terwujudnya agribisnis sagu. Permintaan komoditas sagu baik di dalam negeri maupun luar negeri mengalami peningkatan karena dibutuhkan dalam industri pangan, kertas dan tekstil. Akibat meningkatnya permintaan komoditas ini menyebabkan terjadinya eksploitasi tanaman sagu secara besar-besaran. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya erosi genetik sagu potensial apabila tidak diikuti dengan usaha konservasi dan rehabilitasi. Budidaya sagu merupakan langkah yang sangat tepat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pengembangan perkebunan sagu komersial memerlukan bahan tanam unggul dalam jumlah besar. Dalam budidaya sagu tahapan pemeliharaan merupakan aspek penting yang harus diperhatikan.




Pembahasan
            Dalam tahapan budidaya tanaman sagu pemeliharaan dilakukan setelah penanaman di lapang dilakukan. Pemeliharaan bertujuan untuk memperoleh pati yang optimal yang meliputi pengendalian gulma, penjarangan anakan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, penyulaman dan penanggulangan kebakaran (Irawan, 2004). Penyulaman dilakukan setelah tiga bulan dari waktu penanaman. Penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kekosongan dalam areal perkebunan dan supaya lahan dapat dimanfaatkan secara efisien. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan bibit yang sama umurnya dengan yang ditanam sebelumnya agar pertumbuhannya sama.
 Setelah sagu tumbuh subur, biasanya di sekeliling bokoran akan muncul tunas-tunas yang lama-kelamaan berkembang menjadi anakan sagu. Pertumbuhan anakan sagu tersebut selain akan menyebabkan tegakan tanaman semakin rapat yang dapat menyulitkan pemeliharaan dan pemanenan, juga akan menjadi saingan bagi pohon induk untuk mendapatkan unsur hara dari tanah maupun cahaya matahari. Persaingan tersebut dapat menyebabkan kandungan aci dalam batang sagu berkurang dan menghambat pertumbuhan batang utama. Dengan demikian produktivitas akan menurun. Oleh karena itu harus dilakukan penjarangan anakan atau pemangkasan anakan. Menurut Bintoro (2008) agar tanaman sagu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka dalam satu rumpun maksimal terdapat 10 tanaman dengan berbagai tingkat umur. Dalam 1-2 tahun hanya diperbolehkan satu anakan sagu yang boleh tumbuh. Dengan demikian dalam 1-2 tahun akan panen 1 pohon sagu. Menurut Tong dalam Haryanto (1992) penjarangan tegakan pohon dalam kebun-kebun sagu idealnya sekali dalam setahun. Jumlah pohon yang disisakan atau dibiarkan tumbuh dalam satu rumpun tergantung dari jenis dan spesies sagu dan tingkat pertumbuhannya.
rumpun sagu setelah pengendalian gulma dan prunning            Pemelihraan selanjtnya adalah pengendalian gulma. Definisi gulma merupakan tumbuhan liar yang tidak diharapkan kehadirannya dan dapat mengganggu tanaman pokok. Pengendalian gulma di perkebunan sagu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sagu. Gulma akan menyebabkan tanaman utama terhambat pertumbuhan dan perkembangannya terutama jika gulma telah ada pada fase kritis tanaman sagu (Amarillis, 2009). Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara manual atau kimia, yaitu dengan menggunakan herbisida. Pengendalian dilakukan di sekitar piringan tanaman sagu dan pada lorong. Pengendalian gulma juga bertujuan memudahkan dalam operasional kebun. Pengendalian gulma pada piringan akan mengefisienkan pupuk yang diberikan dan menghindari hama penyakit.
            Hama yang dominan menyerang tanaman sagu adalah kumbang Oryctes rhinoceros L, kumbang Rynchoporus sp., dan Artona spp. Pengendaliannya dapat secara mekanis, kimiawi dan biologis. Secara mekanis dilakukan dengan menebang pohon sagu yang terserang lalu dibakar. Secara kimiawi menggunakan insektisida seperti Heptachlor 10 gr, Diazine 10 gr, BHC dan lain-lain. Sedangkan secara biologis dilakukan dengan menyebarkan serangga musuh alami dari serangga perusak tanaman sagu. Penyakit yang menyerang adalah bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora. Pemberantasan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan fungisida atau dengan sanitasi lingkungan (Haryanto dan Pangloli, 1992).
            Pada tanaman sagu rakyat tidak pernah dilakukan pemupukan. Tanaman sagu akan tumbuh dengan baik apabila hara di dalam tanah tersedia cukup. Menurut Flach dalam Bintoro (2008), apabila dalam 1 ha dipanen 136 batang sagu maka hara yang terangkut panen sebanyak 100 kg N, 70 kg P2O5, 240 kg K2O dan 80 kg MgO serta berbagai unsur mikro. Oleh karena itu pemupukan sangat perlu dilakukan agar unsur hara yang dibutuhkan tanaman sagu tersedia sehingga produksi yang tinggi akan tercapai.
Menurut Bintoro (2008), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemupukan adalah sebagai berikut:
1.      Perencanaan sebelum mengadakan pemupukan, perencanaan menyangkut kondisi dan waktu yang tepat dalam pemupukan seperti tersedianya pupuk, tenaga kerja, cuaca dan alat pengangkut pupuk.
2.      Menghindari tercecernya pupuk di sepanjang jalan atau areal penanaman.
3.      Penempatan pupuk yang tepat dan sesuai dengan dosis anjuran.
4.      Tidak mengenai pelepah daun dan lingkaran piringan tanaman sagu harus bersih dari gulma dan sampah.
5.      Dalam pelaksanaan pemupukan di lapangan unsur makro ditanam disekeliling tanaman dengan sistem empat penjuru (membuat tugal atau lobang tanam).
6.      Unsur mikro ditabur di seputar lingkaran tanaman yang sudah bersih dengan kriteria tidak terlalu dekat dengan batang tanaman (kurang lebih 50 cm dari rumpun tanaman).















Kesimpulan
Tahapan pemeliharaan merupakan aspek penting dalam budidaya tanaman sagu untuk memperoleh pati yang optimal. Pemeliharaan  meliputi pengendalian gulma, penjarangan anakan, pemupukan, pengendalian hama penyakit dan penyulaman. Untuk memperoleh pati yang optimal dari tanaman sagu maka semua  tahapan pemeliharaan harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik.

Saran
            Potensi sagu di indonesia sangat besar tetapi pemanfaatannnya belum secara optimal. Sagu masih banyak berupa hutan sagu yang tumbuh alami. Eksploitasi yang terus dilakukan dapat menyebabkan ketidakseimbangan produksi dan terjadi degradasi pertumbuhan sagu.  Dalam upaya mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan budidaya sagu secara intensif dan kedepannya banyak perusahaan yang membudidayakan sagu.










Daftar Pustaka
Amarilis, Sandra. 2009. Aspek Pengendalian Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon sp.) PT National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi Hortikultura IPB. Bogor.
Bintoro, H.M.H. 1999. Pemberdayaan tanaman sagu sabagai penghasil bahan pangan alternative dan bahan baku agroindustri yang potensial dalam rangka ketahanan pangan nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 69 hal.
Bintoro, H.M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. 71 hal.
Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. 140 hal.
Irawan, A.F. 2004. Pengelolaan Persemaian Bibit Sagu (Metroxylon sp.) PT National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi Hortikultura IPB. Bogor.
Rusli, Y. 2007.Pengembangan Sagu di Indonesia: Strategi, Potensi dan Penyebarannya. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Halaman 17.










1 komentar:


  1. PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO

    menyediakan PUPUK ORGANIK CAIR (POC) untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro

    BalasHapus